Kumpulan cerita dan motivasi cinta

 photo Untitled-1_zpsfbab08d8.jpg
Powered by Blogger.

Wednesday, June 12, 2013

★ Coba Renungkan ★

☆ Ketika kamu berkata " Aku rela melepaskanmu dengan yg lain, asal kamu bahagia" Itu bohong..!! Sesungguhnya hatimu

tidak rela..

☆ Ketika kamu berkata "Jika kamu bahagia, aku juga ikut bahagia walau kau tak brsamaku" Itu bulsiiiitttt..! !

Sesungguhnya hatimu menangis..

☆ Ketika kamu berkata " Aku senang melihatmu tersenyum, walau aku tidak bisa memilikimu" Ah,, munafik..!!

☆ Orang bilang cinta tak harus memiliki..!!
Justru, itu mengajarkan kamu untuk menjadi orang munafik..
Kamu berpura² tidak menginginkannya , tapi sesungguhnya hatimu berkata ingin memilikinya, bahkan mungkin harus bisa

memilikinya.. Berjuang Sampe Titik Darah Penghabisan Itu Yang Namanya CINTA..

Tuesday, June 11, 2013


Hati Yang Lemah

Jika aku menempatkan hatiku di tanganmu, apakah kau akan menjaganya?
Dapatkah kau menghargai, mencintai dan melindunginya ?

Aku sebelumnya mempercaya orang lain, dengan katakata cinta yang indah
Tapi dia tidak mengerti dan mancampakkannya
Apakah kau akan seperti itu pula?

Jika kau tidak dapat menjaganya, aku akan menyimpannya dari kerapuhan

Saya bisa menyatukannya kembali, tetapi apakah itu akan tetap sama?
apakah katakata cinta mu, dapat menjaganya tetap utuh?

Cinta merupakan permainan yang membingungkan,
begitu juga hatiku selalu bingung dengan katakata cinta mu

Aku mulai berpikir mungkin, untuk menelusuri lagi bagaimana mencintai
Jika orang yang saya percaya dengan memperlakukan dengan lembut .... seperti burung merpati.

Tapi aku yakin kau mampu membuktikan
bahwa katakata cinta mu adalah nyata

sampai aku yakin hatiku akan kuat jika dalam genggamanmu

Thursday, June 6, 2013

Suatu ketika seorang bayi siap dilahirkan ke dunia, menjelang diturunkan ... sang bayi bertanya kepada TUHAN :
bayi : "para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi....bagaimana cara saya hidup di sana,saya begitu kecil dan lemah"
TUHAN : "aku telah memilih satu malaikat untukmu..ia akan menjaga dan mengasihimu"
bayi : "tapi di surga apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa ini cukup bagi saya untuk bahagia"
TUHAN : "malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia"
bayi : "dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadamu?"
TUHAN : "malaikatmu akan mengajarkan..bagaimana cara kamu berdoa"
bayi : "saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat,siapa yang akan melindungi saya"?
TUHAN : "malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun"
bayi : "tapi saya akan bersedih karena tidak melihat engkau lagi"
TUHAN : "malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaku, walaupun sesungguhnya aku selalu berada di sisimu"
saat itu surga begitu tenangnya...sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya
bayi : "TUHAN..........jika saya harus pergi sekarang, bisakah engkau memberitahuku, siapa nama malaikat di rumahku nanti"?
TUHAN : "kamu dapat memanggil nama malaikatmu itu...... I B U ..."

kenanglah ibu yang menyayangimu.. Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi... Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..Ingatkah engkau..ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu? Dan ingatkan engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit...Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan..Kembalilah...mohon maaf...pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu..Jangan biarkan kau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,ketika ibu telah tiada...Tak ada lagi di depan pintu yang menyambut kita...,tak ada lagi senyuman indah...tanda bahagia.. Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya..yang ada hanyalah baju yang digantung di lemarinya.. Tak ada lagi..dan tak akan ada lagi.. Yang akan meneteskan air mata mendo'akanmu disetiap hembusan nafasnya.. Pulang..dan kembalilah segera...peluklah ibu yang selalu menyayangimu..
Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya..
Aku Lisa , sekarang aku kuliah di sebuah perguruan tinggi. Dan aku mempunyai seorang pacar , namanya Ardi , Ardi sangat mencintaiku , akupun mencintainya tapi itu dulu ,
semenjak aku belum mengenal ihsan teman baik Ardi . Kebetulan aku, Ardi dan Ihsan memang satu kampus .
Pagi itu Ardi seperti biasa menjemputku .
"Say, lama ya nunggunya . " Ardi turun dari mobil'y dan membukakan pintu mobil untuk ku .
"Ya, sudah biasa ." Jawab ku cuek, sambil segera duduk .
Setibanya di kampus Ihsan sudah ada di parkiran , dia duduk di motor Ninja nya.
"Wah Ihsan sungguh keren." Pikirku, akupun terkagum-kagum melihatnya.


Aku dan Ardi pun turun dari mobil, dan mengampiri Ihsan .
"Hey, sob lagi ngapain pagi-pagi bengong aja sendiri lo,, pasti lagi nyari mangsa Lo yaa, ." Tegur pacarku Ardi.
"Gila aja lo, gue kan lagi nunggu lo. Kan gue blum ngerjain tugas dari Pak johar, jadi gue nunggu lo, buat nyontek, lama bener sih Lo." Jelas Ihsan, sambil turun dari motornya .
"Yaeelah, ternyata itu toh , nih." Ardi memberikan buku catatan nya pada Ihsan.
"Yu akh , kita tinggal dulu ya." Papar Andri sambil menggandengku.
"San , duluan ya." senyum ku padanya . Dan OMG ihsan pun membalas senyumanku . 
------------
Sebulan aku merasakan perasaan yang lain pada Ardi , aku sudah tak mencintainya , dulu aku sangat mencintainya. Tapi sekarang rasa itu tlah tiada, dan tlah pudar. Rasa itu sekarang tergantikan oleh Ihsan, ingin rasanya aku mengungkapkan perasaan ku pada Ihsan, tapi rasa bersalah ku slalu timbul, karena aku tau karna Ihsan sahabat baik Ardi . Tapi aku tak bisa menyimpan rasa ini lama-lama , karna semakin lama, semakin sakit hati ini memendam rasa.
Sore itu sepulang kuliah aku berniat mengutarakan perasaan ku pada Ihsan , aku mengirimnya sms untuk menemui ku di kape, dimana kita slalu kumpul .
Saatnya tiba , aku sungguh tak tau apa yang harus ku perbuat, tapi ku coba ungkapkan semuanya.
Aaku melihat Ihsan sudah duduk di bangku paling pojok, tempat biasa kita duduk, aku mendekatinya, dengan perasaan yang berbeda tak seperti biasanya , yaa karna biasanya aku menemuinya dengan Ardi, tapi kini hanya aku dan Dia .
"Ekh ada apa nih Lis, ajak aku kesini , mau traktir aku ya !" Candanya .
"Iii.yaaaa, sekaligus ada yang mau aku omongin ." Jawab ku terbata-bata.
"Biasa aja kali, ngomong nya jangan grogi gitu , biasa ngomong sama orang cakep sih ." Candanya lagi.
"Beneran ii, aku serius ." Bentak ku .
"Yee, elah gitu aja marah, jelek loh kalo marah , ." 
"Biarin." Jawabku kecut .
"Yaa , udah aku minta maaf , ngomong-ngomong apa yang mau kamu omongin ? Jadi penasaran nih." Tanya nya.
"San, tapi kamu jangan marah ya, kamu jangan berpikir macam-macam. Padaku ." Tatapku padanya.
"Iya aku gak akan marah, " Ihsan mulai serius mendengarkan ku.
"San aku sebenernya malu, sungguh malu aku tak tau harus ngomong apa, aku tau kamu temen baiknya Ardi , tapi aku tak bisa membohongi perasaanku. Kalao aku suka kamu." Aku menundukan kepala . 
Suasana hening sejenak, seketika Ihsan menggenggam tangan ku , aku kaget dan aku langsung menatapnya. 
"Lis, apa yang kamu katakan itu benar ? " Ihsan kembali menatapku tajam .
"Bener san, aku tak bisa membohongi perasaan ku Lagi ." Jawab ku .
"Aku juga cinta kamu Lis , " Ihsan mendekatiku dan duduk di sebelahku sambil merangkulku.
"Benarkah itu ? "
"Iya" jawabnya.
Aku pun bahagia sekali aku merebahkan kepalaku di pundaknya,, ------------
Aku pun merahasiakan hubangan ku bersama ilham dari Ardi. Seringkali aku memarahinya jika terlambat menjemputku , atau pun melakukan kesalahan yang memang itu kesalahan sepele , aku slalu membesar-besarkan nya.
Tapi dy begitu sabar, sering kali dy perhatian padaku, tak pernah aku melihatnya begitu marah padaku . 

Satu bulan pun berlalu,
Aku menjalani hubungan bersama Ihsan, dan aku pun semakin menjadi-jadi pada Adri, sering kali aku meminta putus darinya, tapi dy slalu memohon-mohon untuk tidak memutuskan nya, apa boleh buat aku pun tak memutuskan nya, sekarang dy sudah seperti supir pribadiku saja .
Tapi Ihsan jauh lebih beda dari Adri, ihsan slalu memarahiku tanpa sebab, sering kali aku melihat handphon nya. Dan banyak sekali sms yang masuk dari wanita lain, jika di tnyai soal itu Ihsan pasti memarahiku. Aku hanya diam karna aku cinta Dia.
Sudah 1 minggu aku tak melihat ardi , dy juga udah tak lagi menjemputku. Nombernya pun aku hubungi tdk aktiv. Di kampuspun aku tak pernah melihatnya, aku pikir dy menyerah dengan semua yang tlah aku lakukan padnya.
Tapi setelah 2 minggu tak ada kabar darinya, aku sungguh merindukan nya. Tak ada Ardi yang memanjakan ku, tak Ada lagi yang slalu menjemputku . Sungguh hampa hati ini . 
Siang itu , aku bergegas pulang setelah mata pelajaran kuliah ku selesai. Saat aku melewati parkiran aku Melihat Ihsan membonceng seorang perempuan . 
"Ihsan ." Aku berteriak mendekatinya.
"Siapa dia Ay," tnya cewe itu .
"Eh Lis, oh ya say, kenalin dia Lisa pacar teman ku Ardi ." Teganya.
"Owh Ardi temen sekelas kamu itu yaa, Aku Indah pacarnya Ihsan ." Cewe itu mengulurkan tangan nya. 
"Lisa." Jawabku .
"Lis kita pergi duluan ya." Jelas Ihsan sambil pergi dari hadapanku , dy benar-benar keterlaluan. Dy tak menganggap aku sebagai pacarnya.
Sakit sungguh sakit hati ini , ingin aku berteriak sekeras mungkin, ternyata aku salah memilih cinta .
Hari itupun juga aku mengingat Ardi , aku berlari dan menyetop tax-xi ,aku pergi ke rumah Ardi .
Sesampainya dirumah ardi aku melihat mobil nya ada di garasi rumah nya.
"Ardi pasti ada di rumah, " pikirku . 
Akupun memencet bell rumah Ardi , dan aku tau jelas yang membuka pintu nya, mbo surti, pembantu di rumah Ardi .
"Bi , Ardi nya ada kan ." Tanyaku . 
"Anu non, anu.. Mas Ardi gk ada ." Jawab mbo Surti terbata-bata.
"Kemana Bi ? " Heran ku.
"Sebentar yaa." Mbo surti pergi kedalam rumah dan kembali dengan membawa sebuah surat .
"Non, mas Ardi cuman nitip surat ini buat Non, ." Jelas mbo surti .
"Emang ardinya kemana sih bi ?." Panik ku .
"Udah baca aja, nanti non juga tau ." 
"Ya,bi aku pergi dulu ya bi, sampaikan pada Ardi kalau aku kesini ."
"Ya Non, nanti bibi sampaikan."
Akupun pergi meninggalkan rumah ardi dan menuju kape . Sesampai nya aku pun duduk dan langsung membuka surt dari Ardi , 

Dear Lisa ku yang manis dan Manja .

Lis, maafkan aku jika selama ini kamu denganku tak merasa bahagia. Dan maafkan aku , aku tlah memaksa kamu untuk tidak memutuskan ku. Aku tau Lis , kamu mencintai Ihsan dan aku tau kalian menjalani hubungan di belakangku, sungguh hati ini sakit sekali . Ingin aku menghajar Ihsan , tapi aku tau dy teman ku dan dy juga lelaki yang dicintaimu . Sungguh aku tak mau melakukan nya. Lis, aku sekarang sudah merestui hubungan kalian , aku bahagia jika kamu bahagia.
Aku tak mau memaksakan lagi hubungan kita , aku tetap mencintaimu, seperti semenjak kita ketemu. Biarkan Cinta ini terpendam, dan tak bisa terbalaskan.
Dan aku sekarang berniat kuliag di luar Negri , jadi maaf aku tak mengabari mu sebelumnya . Maafkan aku yang tak bisa membuat mu bahagia , 

Yang slalu mencintaimu , Ardi 

------
Air mata ku mengalir ,, aku seperti wanita bego , sudah ada laki-laki yang benar menyayangi ku, aku malah sia-sia ka nya.
Aku pun pergi kerumah dan memasuki kamar, sunggu aku telah salah memilih . Kau memang lelaki terbaik Ardi.
Akupun bangun dan segera membuka laptopku, aku pun mengirim e-mail pada Ardi.

" Ardi kenapa kamu tinggalkan ku, 
Maafkan aku Ardi aku yang salah, aku tak pernah melihat ketulusan hatimu , aku telah salah memilhih , Ihsan bukan lah cwo yang baik, ardi maafkan aku, aku ingin kembali padamu sungguh . Harus nya aku memilih Kau , bukan dia . "

Setelah satu jam aku menunggu balasan darinya, akhirnya Andri membalas e-mail ku .

" Lisa aku sudah memaafkan mu, tak pernah aku membencimu, yaa terkadang cinta salah mengartikan, dan terkadang cinta memang menyesatkan . Tapi Lisa maaf tidak untuk saat ini , aku akan kembali padamu tapi nanti , setelah kuliah ku selesai, aku harap kamu akan menunggu ku ."

" Ya Ardi aku akan menunggumu, karna aku Tau Kau memang yang terbaik untuk ku . "

Akupun hidup dalam penantian Cinta Indahku .
Arin dan Doni adalah pasangan yang sangat serasi , kemanapun Arin pergi pasti saja Doni ada. Tapi Latar belakang lah yang memisahkan mereka , Arin adalah Anak dari seorang pengusaha ternama, sedangkan Doni hanya seorang biasa, yang lahir dari golongan biasa juga dan kehidupan'y Sederhana.

Hari itu doni berniat untuk melamar Arin, Arin sudah mengutarakan maksud Doni pada kedua orang tua'y, tapi Orang tuanya tak menujui hubungan mereka.
"Bu tolong restui kita Bu , arin mohon ", bela arin.
"Tidak, dia tidak sepadan dengan kita , seharus nya kamu malu rin ." Bentak mamah.
" Arin tidak malu mah , skarang Doni mau ngelamar arin, doni mau kesini, Arin mohon lihat lah dulu Doni, dy baik mah." Jelas arin.
"Sekali tidak tetep tidak." Mamah masih kekeh.
"Tokkk...tokk...tok.. ( Suara pintu rumah arin, dan yang pasti itu adalah Doni ) mamah Arin langsung berlari keluar melihat siapa yang datang,
"Kamu ,, " mamah kaget dengan kedatangan Doni.
"Tante ." Smbil mengulurkan tangan nya untuk bersalaman.
"Apa-apa.an kamu ini, mau ngapain kamu kesini ? Jangan ganggu anak aku lagi, dia akan segera menikah dengan cwo kaya, gk miskin seperti kamu." Mamah Arin mendorong Doni sehingga doni jatuh d lantai,
"Don " arin ingin menghampiri doni tapi, arin di pegang sama ayahnya.
" Tante ijin kan aku untuk bahagia.in arin tante , aku janji aku akan berusaha ,, aku emang orang miskin tante tapi aku akan bekerja keras untuk arin ," tutur Doni sambil bersimpuh di kaki mamah arin, tapi apa yang di perlakukan mamah Arin , dy menendang Doni dan menutup pintu rumah nya .
Doni pulang dengan perasaan kacau, dia terngiang-ngiang akan perkataan orang tua arin yang bahwa doni hanya orang Miskin.


1 minggu kemudian doni mendapat kabar bahwa dia mendapat beasiswa untuk kuliah keluar negri , kuliah yang putus d tengah jalan dy bisa meneruskan nya kembali, hari itu juga Doni ingin segera menemui arin, dan yang kelak pasti dy akan menjadi sukses .
Tapi apa daya yang di temui Doni, setelah berada d rumah arin, dy melihat Arin sedang duduk di pelaminan bersama orang yng dy tak kenal,, sakit sungguh sakit hati Doni sekarang ini, dy pulang dengan perasaan hampa, dy mencoba untuk melupakan arin,,

3 tahun kemudian benar saja Doni menjadi seorang pengusaha sukses , sekarang Doni bukan Doni yang miskin lagi, dan dy sudah memiliki seorang istri dan seorang anak laki* mungil .
Doni pergi bersama keluarga jalan* untuk berbelanja ,, waktu Doni akan kekasir , di situ menggerumbung banyak orang, Doni pun menghampirinya ,
"Astaga Arin,, " Doni Kaget melihat Arin tengah di maki-maki banyak orang .
"Maaf ada apa ini ? " Tanya Doni.
"Ini Perempuan maling, dy mau nyopet dompet aku ." Ujar seorang perempuan .
"Maaf bu, mungkin ibu salah paham dy sodaraku. Apakah ada uang yang kurang di dompet ibu, kalo ada saya akan ganti ." Jelas doni.
"Gk ada , ." Ibu itu pergi begitu saja .
"Arin apa yang terjadi Rin , kenapa kamu jadi Gini ." Tanya Doni.
" Doni , aku jatuh miskin, ternyata suami ku itu orang jahat dy cuman ingin ngincer harta papah, sekarang kami jatuh miskin, aku gk tau harus berbuat apa untuk bisa makan, jadi aku lakuin ini ," jelas arin.
"Kamu tinggal dimana sama orang tuamu sekarang ." Tanya doni ,
" di kontrakan yng juga tak layak untuk di tempati , " jawab arin.
"Ayo kita kesana Rin ." Doni mengajak arin ketemu dulu sama istrinya dan juga sekalian di kenalin .
" Mah , mamah sama ade naik taksi aja yaa gk apa ? Papah mau nganterin temen papah , .
" Iya pah gk apa-apa, hati-hati ya pah " jawab istri Doni.

Sesampai di Kontrakan Arin doni langsung ketemu mamahnya arin.
" nak doni maafin tante yaa nak ? Seharus nya tante tidak boleh berbuat begitui dulu padamu." Mamah arin menangis ,
"udah lah Bu gak papa,, semua nya udah terjadi .".
" Nak sekarang kamu boleh ambil Arin," jelas mamah arin.
" Maaf Bu sekarang gak bisa , Doni sudah punya istri dan anak ." Jelas Doni, mamah arin tanpak kecewa, tapi apa nasi sudah jadi bubur, dan doni pun memberi rumah untuk mereka tempati, arin pun sekarang bekerja di perusahaan Doni. .

Note : Jangan lah memandang dulu jelek seseorang, sebelum tau dirinya, dan ingat lah dunia ini berputar , juga kehidupan .

Wednesday, February 6, 2013

Panggil saja namaku monic,ini hanya sebagian dari kisah hidupku,terkadang aku berpkir msih adakah cinta untukku dr seorang laki2 yang aku cinta dan aku sayangi,dia biasa2 saja,dia tdk tampan,dia tdk kaya namun aku sadar cinta tak mengenal itu semua.Andai saja
dia tahu berapa berharapnya aku ingin hdup berdmpingan selamanya dengannya,menghabskan hari2ku dengannya namun semua itu terjadi tdk seperti yang aku harapkan,cinta dan sayangku tdk seperti yang aku harapkan melainkan berakhir dg rasa sakit yang ia tingglknDengan berjalannya waktu aku semakin sadar bahwa dia egois,dan apapun yang aku lakukan selalu salah di mata dia,awalnya aku belajar tuk mengerti dia krn ku sadar manusia tdk ada yang sempurna karna ku sadar akupun jauh dari kesempurnaan krn ksempurnaan hanya milik allah semataDan rencana aku menikah dengan dia yg sudah ada di depan matapun harus kandas,pdahal hub aku dengan dia akan menikah sudah di ketahui oleh orang tuaku,teman2ku dan tetangga2u,apa yang akan aku jwb ketika mereka bertanya kenapa aku tdk jadi menikah? Akupun harus siap dengan cibiran orangPada saat aku ptus darinya aku menangis dan merasa tuhan tidak adil,kmudian aku isi hari2ku dg kesibukan yang positif,aku lebih dekat lagi dg allah yg selama ini sudah lama aku jauh darinya,di setiap shalatku tak hentinya aku meminta kepada allah untuk di berikan kesabaran utk menerima semuanya iniDan dengan pertolongan allah lambat laun aku bisa menerima semua ini dan aku yakin allah telah menyiapkn jodoh untukku yang manpu membimbingku di jalan allah,dan aku sadar ini semua sudah kehendak allah,dan kini aku bisa tersenyum kembali meskipun tanpa dia bahkan sekarang aku bias jauh lebih baik tnpa dia,dan aku sadar cinta tak harus memiliki

Seperti biasanya, sepulang dari sekolah, Bela mengajak beberapa temannya untuk mampir ke rumahnya. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar Bella tanpa menemui Ayah Bela yang sedang terbaring lemas di ranjang. Lalu, Bella memilih kaset dan memasukkannya ke
dalam tape radio serta menyetelnya dengan suara yang cukup keras. Mereka sangat menikmati musik tersebut tanpa mempedulikan ayah Bella yang sedang sakit. Karena tak tahan dengan kelakuan Bella dan teman-temanya, Ganis, kakak Bella pun keluar dari kamar ayahnya dan menuju ke kamar adiknya itu. Pintu kamar yang tak terkunci itu pun langsung didorongnya dengan wajah kesal.

“Bella!! Kecilin suara musiknya dong!! Ayah kan lagi sakit! Sudah pulang enggak salaman dulu sama ayah, sekarang kamu malah buat kegaduhan!”, bentak Ganis.

"Dia itu bukan ayah kita, kak! Lagi pula, dia aja enggak protes, kok malah kakak sich yang protes!?”, sahut Bella melawan bentakan Ganis.

"Kakak tahu! Dia memang bukan ayah kandung kita, tapi dia sudah lama tinggal sama kita dan berusaha untuk menjadi ayah tiri yang baik. Jadi, kamu harus menghormati dia juga dong Bel!!", kata Ganis menasehati adiknya.

"Ayah kamu lagi sakit, Bel? Pantasan, tadi dia enggak ngajar matematika. Kok, kamu enggak bilang sich Bel?! Kita jenguk ayah kamu aja yuk!?", sela seorang teman Bella.

"Jenguk aja sendiri!!", tolak Bella langsung mengusir teman-temannya dan mengunci rapat pintu kamarnya.

"Bella!! Kamu kok gitu sich!? Jangan egois dong!!", tambah teman Bella yang lainnya.

"Biarin aja! Udah sana, kalian jenguk aja tuh guru kesayangan kalian! Aku mau sendirian aja di kamar!!", bentak Bella.

Tak terdengar balasan dari balik pintu kamar Bella yang terkunci. Ganis beserta teman-teman Bella pun berjalan menuju kamar ayah tanpa mempedulikan Bella.

Pukul 20.00 WIB, waktunya makan malam bersama di rumah Bella. Namun, Bella enggan keluar dari kamarnya. Sudang dipanggil berkali-kali, ia tetap saja mengurung diri di kamarnya. Ini memang sudah menjadi kejadian yang lumrah di rumah Bella. Semenjak ayah kandungnya meninggal meninggal dunia dan digantikan oleh ayah tirinya dua tahun yang lalu, sikap dan sifat Bella menjadi berubah. Ia tak mau mengganggap ayah tirinya sebagai ayah, apalagi untuk memanggil "Ayah", terasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Padahal, ayah tirinya bukan monster seperti yang ada di televisi-televisi. Ayah tirinya termasuk orang yang baik dan sabar dalam menghadapi tingkah laku Bella.

"Kok, enggak dimakan Yah?”, tanya Ganis yang mendapati ayahnya sedang termenung meratapi makanan yang ada di piring.

"Ayah mau nunggu Bella, Nis", jawab ayah dengan suara parau. “Bella enggak akan keluar Yah! Udah, ayah makan duluan aja ya?! Nanti, kalau dia udah mulai kelaparan juga keluar sendiri”.

“Iya, ayah makan aja duluan. Biar cepat sembuh. Nanti, makanan Bella biar bunda yang antar ke kamarnya”, tambah bunda.

Mereka pun melahap santapan makan malam tanpa kehadiran Bella. Seusai makan malam, bunda mengantar makanan ke kamar Bella.

“Bella . . . ini bunda antarkan makan malam kamu. Kamu pasti sudah laparkan?”. Tak terdengar sedikit jawabanpun dari mulut Bella.

Aku ambil makanannya enggak ya?? Malas akh!! Nanti aku ambil sendiri aja di ruang makan. Pokoknya, kalau aku lagi marah, enggak boleh tanggung-tanggung, harus seharian. Kalau perlu sampai besok! Biar om-om itu nyadar, kalau kehadirannya di sini cuma ngerepotin keluarga aku.

“Bella!?”, seru bunda.
“Aku udah kenyang bun! Aku enggak mau makan!”.
“Ya sudah”, sahut bunda singkat.

Sekitar tengah malam, perut Bella mulai keroncongan. Bella pun mengendap-endap keluar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Dibukanya tudung saji yang tertutup rapi, namun hanya terdapat nasi dan telur dadar. 

“Lauknya kok cuma telur dadar sich? Bunda enggak masak atau lauk yang lainnya udah pada habis . . .?!”, tanya Bella pada dirinya sendiri.

“Kamu lapar juga, Bel!?”, kaget bunda dari belakang. “Udah enggak!! Habis, lauknya cuma telur dadar sich!!”. “Bunda tadi enggak sempat masak, Bel. Soalnya, bunda harus jagain ayah kamu. Tadi, suhu tubuhnya tinggi lagi. Lagi pula, uang bunda sudah tinggal sedikit”, ujar bunda.

“Dia lagi-dia lagi!! Heran ya, kok pada ngebelain dia semua sich?! Dipelet kali ya!!?? Lagian, sakit-sakitan terus sich!! Jadinya ngabisin uang bunda dech! Kalau jadi guru honorer tuh, harus rajin ngajar! Jangan tiduran mulu!!”, ejek Bella.

“Bella!! Kalau ngomong tuh dipikir-pikir dulu ya!? Jangan asal nyeplos aja!!”, bentak bunda.

Bella pun berlari meninggalkan bundanya menuju kamar dan membanting pintu kamarnya dengan sekuat tenaga. Bunda sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menasehati putri bungsunya itu. Seisi rumahpun terkejut mendengarnya. Ganis langsung keluar dari kamar dan menghampiri bunda. Bunda menangis dalam dekapan Ganis.

“Udah, bunda jangan nagis lagi ya . . . ?! Bunda kan tahu sendiri bagaimana sikap Bella sekarang ini. Dia udah enggak seramah dulu lagi. Berubah drastis bun . . .”, kata Ganis.

Bunda melepas dekapan itu. “Ya sudah, bunda mau mengecek kondisi ayah kamu lagi ya . . .?!”.
"Iya"
Kemudian, bunda dan Ganis pun kembali ke kamarnya masing-masing.

“Bella marah-marah lagi ya, Bun? Pasti gara-gara ayah. Saya memang bukan ayah yang baik buat Bella. Saya sudah merepotkan kamu. Besok, saya akan mengajar lagi. Saya tidak mau kalau gaji kamu habis untuk membeli obat saya”, kata ayah dengan suara pelan.

“Ayah enggak boleh bilang kayak gitu. Lebih baik ayah istirahat dulu, mengajarnya cuti saja”. “Besok saya tetap akan mengajar”, kata ayah mantap.

Tiga hari sudah, ayah tidak mengajar matematika di SMU di mana Bella bersekolah. Setelah kejadian semalam, ayah pun memaksakan diri untuk pergi mengajar, walau kondisi kesehatannya belum pulih benar, saat mengajar di kelas Bella, Bella menunjukkan paras yang tidak senang atas kehadiran ayah tirinya itu. Bella memang tak pernah memperhatikan ayahnya ketika menjelaskan pelajaran. Sepulang sekolah, Bella mencoba menyetir mobil milik temannya di jalan yang cukup sepi. Kerena belum terbiasa menyetir mobil, pandangan mata Bella kurang fokus ke depan. Tiba-tiba ada seorang bapak sedang melintas menggunakan sepeda motor butut. Bella yang menyetir sambil berbicang-bincang dengan teman-temannya itu, tiba-tiba hilang kendali dan akhirnya,

PLASH..... sepeda motor itu ditabraknya. Bella dan teman-teman pun keluar dari dalam mobil. Mulut Bella bagai gawang yang kebobolan bola. Ia terkejut, ternyata orang yang ditabraknya tak lain adalah ayah tirinya sendiri. Bella panik bukan main dan langsung melarikan diri.

"Bella!! Dia ayah kamu! Kamu harus bawa dia ke rumah sakit, Bel!!”, teriak salah seorang teman Bella.

“Aku takut!! Nanti kalau aku ditangkap polisi gimana?!”.

“Bel, kamu harus tanggung jawab dong! Dia itu ayah kamu, Bel!! Kamu enggak akan ditangkap polisi kalau kamu bawa dia ke rumah sakit!”.

“Dia bukan ayah aku!! Aku enggak mau bawa dia ke rumah sakit!”, tolak Bella.

“Dia emang bukan ayah kandung kamu! Tapi dia tetap ayah yang harus kamu sayangi, Bel . . . Dia mungkin juga bukan ayah yang terbaik bagi kamu, pti dia udah berusaha untuk menjadi yang terbaik buat kamu dan keluarga kamu! Kami ngeliat ketulusan dari mata dia kok, Bel! Kalau beliau itu sayang sama kamu. Dia ayah kamu! Dan dia juga guru kita! Kalau dia enggak tertolong lagi, kita enggak bisa ngerasain enaknya belajar matematika lagi, Bel! Sadar dong Bel!!”, nasehat temannya.

Mendengar nasehat temannya itu, hati Bella luluh. Di lubuk hatinya yang terdalam, di memori pikirannya yang jauh, Bella memikirkan kebaikan ayah tirinya itu. Dari kesabarannya, kebaikannya, keikhlasannya, dan ketabahannya dalam menghadapi Bella. Dengan cpat, Bella dan teman-temannya membawa ayah ke rumah sakit terdekat. Bella langsung menghubungi bunda dan kakaknya. Bunda, Bella, Ganis, dan teman-teman Bella khawatir dengan keadaan pasien itu. Dokter pun langsung menangani ayah dengan serius. Beberapa jam kemudian, dokter keluar dari ruangan untuk memberitahu keadaan ayah. Dan ayah pun sudah tersadar. Mereka semua masuk ke dalam ruangan untuk menjenguk ayah. Bella berlari dan memeluk hangat tubuh ringkih ayahnya seraya meneteskan air mata yang sempat tertahan di bola mata indahnya.

“Maafin Bella ya, Yah!? Bella enggak sengaja nabrak ayah”, jujur Bella.

Bellla yang awalnya tidak mau bercerita dengan keluarganya, akhirnya menceritakan kejadian yang sebenarnya. Awalnya, bunda ingin mengusir Bella, namun ayah mencegahnya.

“Bel, ayah senang . . . kamu sudah bisa panggil saya ayah. Ayah ikhlas ditabrak kamu, asalkan akhirnya kamu bisa menerima dan panggil saya dengan sebutan ayah”. Sebegitu besarnya pengharapan ayah kepadaku!? Aku emang jahat banget ya!?  kata Bella dalam lubuk hatinya.

“Ayah harus lekas sembuh, ya!? Biar bisa ngajar matematika lagi”.
“Iya, nak . . .”.

Bella seperti tak ingin lepas dari pelukan ayahnya itu,. Bunda dan Ganis pun memeluk ayah dan Bella. Tak lama berpelukan, Bella pun melepaskan diri dari dekapan keluarganya itu.

“Bella janji, Bella akan panggil ayah sekarang dan sampai kapan pun juga. Aku udah lama enggak ngucapin kata ayah. Aku kangen sama sosok seorang ayah. Maafin Bella ya, Yah!?”.

“Kamu enggak perlu minta maaf. Ayah sayang sama kalian. Ayah akan berusaha untuk menjadi seorang ayah yang terbaik buat keluarga ini, khususnya untuk kamu dan kakak kamu. Walau mungkin, ayah enggak akan pernah bisa untuk menggantikan ayah kandung kalian”. Bella dan Ganis menjabat erat tangan ayahnya.

“Bella sayang sama ayah. Maafin Bella, Yah!?”, ucap Bella sekali lagi.
“Kami juga sayang sama pak guru!! Hehehehehe . . .”, tambah teman-teman Bella.

Ayah dan bunda hanya tersenyum lega. Akhirnya, Bella tersadar juga, bahwa betapa sabarnya sang ayah untuk menantinya menyambut ayah tirinya. Sekarang dan seterusnya, Bella akan memanggil “ayah” kepada ayah tirinya dan hidup bahagia bersama keluarganya. Wala memang, ayah itu bukan ayah kandungnya.

“Sekali lagi, maafin Bella, Yah!?!”. 

Bintang berdiri di atas bukit dengan sepedanya.Dia meremas-remas tangannya yang disertai keringat dingin. “Darrr..... “Hayo lama banget ya gue ?”. Carissa tersenyum meminta maaf.Bintang merebahkan tubuhnya di pohon besar dan Carissa pun mengikutinya. Mereka
berdua sama-sama mendongak ke atas langit dan berbicara kepada diri mereka masing-masing. Akankah nanti mereka pergi dari dunia ini ?
“Lo lagi inget orang tua lo ya?” Carissa merangkul kepala Bintang.
“Gue takut Ca, gue hanya takut.” Bintang melepaskan satu butir air matanya, dia merindukan orang tuanya.
“Gue sayang lo Bintang, gue udah anggep lo jadi ade gue sendiri.Kita ini saudara,sahabat,keluarga, lo inget itu?” Carissa menatap Bintang lekat-lekat.
“Makasih Ca.” Mereka pun berpelukan dan Bintang menumpahkan air matanya, untuk kerinduan akan orang tuanya, kesendiriaannya, dan semua kekosongan yang ia rasakan.
Mereka pulang menenteng sepeda masing-masing.Bintang merasa lega karena ia telah menangis, menumpahkan segalanya.
“Bintang lo cerita dong, lo udah janji bakal bilang siapa cowok yang lo suka.”
“Lo dulu aja Ca.” Bintang menyeringai, meminta dan memohon kepada Carissa.
“Lo dulu ah.” Carissa mengelak.
“Lo dulu Ca, entar abis lo baru gue, janji deh.” Bintang berusaha meyakinkan Carissa.
“Oke. Gue suka sama Mario, gue bener-bener suka sama dia. Bukankah gue pernah bilang?”
Bintang terdiam, bukankah itu yang akan dikatakannya? Kenapa harus keduluan oleh Carissa? Lalu bagaimana?
“Bintang lo denger kan?”
“Iya.”
“Gue suka sama Mario.Dia sering senyum ke gue, entah gue yang geer atau ngga tapi gue suka sama dia.”
“Oh.”
“Kalo lo suka sama siapa?”
“Gue gak tahu.”
“Kok lo gitu sih, lo kan udah janji sama gue, lo ga boleh tertutup gitu dong.”
“Gue suka sama ............’’
“Sama siapa?”
“Sama siapa ya ..... ’’
“Siapa namanya?”
“Gue gak tahu namanya.”
“Udah Bintang, gue tau ko lo suka sama Doni kan?”
Bintang menganngguk pelan dengan ragu dan menatap wajah sahabatnya yang sedang gembira. Oh Tuhan ... kenapa harus Doni , kenapa harus dia yang terlibat?Bintang mengumpat dalam hati.
“Lo harus bantu gue biar dapetin dia.”
“Gue harus gimana?”
“Lo harus terus deketin dia, ngulik tentang dia.”
“Hm ... ‘’’
“Lo lakuin buat gue yah ?”
“Ya.”
“Gue juga bakal lakuin hal yang sama.”
“Apaaaaaaa?”
*
Bintang masuk ke dalam rumahnya, dia meletakan sepedanya dengan asal di perkarangan rumah.Dia enggan untuk mengembalikannya ke dalam garasi mobil.Bintang langsung menuju kamarnya, meyalakan lampu dan duduk di depan jendela. Gerimis sudah menyapanya sore ini, meski ia tak merasakannya tapi ia menikmatinya di dalam kamarnya. Akhir-akhir ini sering turun gerimis atau hujan sepanjang malam. Tapi dia lebih meyukai gerimis dan pelangi sehabis hujan. Bintang melihat kompleks perumahannya yang berderet memanjang saling menghadap ke jalan. Bintang mengambil buku dan pensil kesayangannya. Dia menulis dan terus menggoreskan isi hatinya dia atas kertas putih itu ..
Tuhan, aku lelah dengan semuanya.Mereka selau bersandiwara di depanku. Apakah mereka tidak merasa bahagia? Lalu aku siapa bagi mereka? Tuhan, mengapa setiap aku menatap matanya aku merasakan kekosongan yang sama? Tapi hati ini sejuk setiap kali dia berada di sampingku. Semua orang tahu bahwa dia adalah cowok yang luar biasa.Dia tampan, pintar, dan populerTapi kadang tatapannya begitu kosong, bahasa tubuhnya begitu dingin dan kaku.Itulah yang kurasakan saat aku duduk bersamanya. Kami memang tak sering banyak bicara, hanya saja sering berbasa basi. Carissa bilang dia menyukainya, lalu kenapa aku juga harus menyukainya? Apa aku bisa masuk ke dalam dunianya? Apakah dia juga selalu merasakan kesenidirian yang selalu aku rasakan selama ini? Aku tidak tahu .. Aku tak ingin tahu...
Bintang merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Dia memeluk gulingnya, lau menoleh ke samping kannanya menatap foto orang tuanya. Mama Papa, jangan tinggalin aku.Carissa, Bude Rini, Opa,Om Roy, kalian orang-orang yang sayang aku, aku juga sayang kalian.
*
Prang........ Tiba-tiba suara itu menghantam telinga Bintang. Bintang terperanjat kaget dan bangun dari tidurnya.Tak perlu waktu lama untuk memikirkan dari mana arah suara itu.Bintang langsung keluar dari kamarnya menuruni tangga dan menuju ruang tamu.Dia melebarkan matanya ketika masih berdiri di anak tangga.Mama Papa? Kenapa mereka? Mengapa Mama menangis? Mengapa Mama mendorong Papa hingga terjatuh? Oh Tuhan .. Ada apa dengan semua ini? Bintang kembali berlari menaiki tangga menuju kamarnya.Dia langsung melompat ke atas ranjang dan memeluk gulingnya. Bintang kembali menumpahkan air matanya.
Tuhan mengapa mereka harus bertengkar? Salah apa Papa sehingga Mama harus mendorongnya hingga terjatuh? Tuhan, kenapa Mama menangis? Tuhan .. kenapa Tuhan? Kenapa?
*
Bintang duduk seperti biasa di depan jendela menatap cahaya matahari sore. Dia bosan sendirian, tadi dia melihat papanya pulang dan langsung tidur. Bintang keluar dari kamarnya menjinjing jaket kulitnya dan berpamitan kepada Mbok Rumi untuk pergi sebentar. Mamanya pergi ke luar kota selama satu minggu dan kembali memperkerjakannya pembantunya.
Bintang berjalan di sekitar area kompleks yang sepi. Dia duduk di sebuah ayunan yang di depannya terdapat sebuah danau kecil. Dia bergelayun layaknya saat ia masih jadi anak TK. Tiba-tiba ayunan itu terhenti, dia menoleh ke samping dan Mario ada di sana.
“Rio lo ngapain di sini?”
“Keliatannya?”
“Nggak ngapa-ngapain.”
Mario tersenyum tipis. Bintang memandanginya dengan teliti, dia selalu mendapat kesan kagum setiap kali memandang wajahnya. Tampan.
“Jalan-jalan yuk?”
“Kemana? Menurut lo bakal hujan gak yo?”
“Paling gerimis doang.”
Bintang tersenyum bahagia. Mereka berjalan menyusuri jalanan kompleks yang sunyi.
“Mario lo punya adek, punya kakak, atau anak tunggal?”
“Gue anak tunggal, kenapa?”
“Nggak, gue juga anak tunggal. Kalo orang tua lo gimana?”
“Ibu gue seorang dokter gigi, Ayah gue kepala rumah sakit.”
“Oh pantesan gigi lo rapi.” Bintang tertawa.
“Kalo ibu gue punya beberpa hotel di Jakarta, dia seorang bisniswoman, Ayah gue juga Direktur perusahaan.”
Bintang mendongak ke atas langit, menatap langit yang mulai mendung.
“Apa yang lo suka Yo?”
“Apa aja.”
“Pasti lo suka matematika, suka basket, suka musik, dan lo suka apa aja.”
“Kalo lo?”
“Gue suka gerimis, gue suka pelangi, gue suka sastra, gue suka boneka, gue suka bunga, gue suka banyak.”
“Lo gak suka matematika, lo gak suka sejarah .. ’’
“Haha gue gak suka tuh sama semua pelajaran yang ada di sekolah.”
“Lo suka sastra.”
“Tapi gue Cuma suka sastra Prancis, sastra indonesia gue gak terlalu suka selain novel.”
“Gue suka coklat.”
“Gue gak suka coklat, gigi gue udah bolong-bolong.”
Mario mengelus-ngelus kepala Bintang. Bintang kaget dengan apa yang di lakukan Mario kepadanya.
“Ini rumah gue ... “
“Hah ini rumah gue .. jadi rumah kita berhadapan?”
Mario tak menjawab, dia langsung membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam rumah. Bintang masih terdiam disana dan menatap rumah Mario. Jadi selama ini rumah aku sama Mario satu kompleks dan berhadapan? Oh Tuhan ...
*
Pagi hari Bintang menuruni tangga lengkap dengan seragam dan tasnya. Dia berjalan menuju meja makan dan langsung menyambar roti isi kacang kesukaannya.
Bintang berdiri di pinggir jalan celingukan mencari-cari Mario. Kok selama ini gak pernah ketemu yah? Bintang berdiri selama setengah jam dan hasilnya nihil. Apa dia berangkat subuh kali ya? Bintang berjalan pergi meninggalkan rumahnya. Dia tak mau terlambat seperti hari kemarin, harus ketinggalan pelajaran dan susah meminjam catetan Mario
*
Bintang duduk di kursinya dan menatap soal-soal yang ada di depannya dengan bingung. Kok susah banget sih soalnya? Bintang menyesali kebodohannya dalam hitungan. Dia menoleh ke belakang memandangi Carissa, ah dia pasti bisa, dia kan pintar.
“Lo gak nyatet materinya.” Mario berucap datar.
“Emang.” Bintang hanya bisa pasrah, dia kembali menatap satu persatu angka-angka di depannya. Rasanya aku mau muntah ....
Kringg.......... bel sekolah berbunyi tanda waktu pulang sekolah telah tiba. Semua anak berteriak lepas, rasanya seperti sedang merdeka 45.
“Lo kalo mau nungguin gue jangan tunggu di pinggir jalan.”
“Hah apaaa? Siapa juga yang nungguin lo, geer banget sih.”
“Kalo lo mau nyalin matematika, dateng jam 4 ke rumah gue.”
Mario pergi keluar kelas dan memperlihatkan senyum tipis andalannya. Oh Tuhan, sumpah aku gak tahan liat senyumnya.Tiba-tiba Carissa datang menghampiri Bintang untuk mengajaknya pergi ke Mall. Bintang mengiyakan saja karena dia juga bosan berada di rumah asal sampai pukul 4 sore, karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menerima tawaran Mario.
Bintang pergi ke foodcourt di sebuah mall di Bandung. Dia pergi naik taksi bersama Carissa. Biar keren turunnya, kata Carissa menjelaskan saat Bintang menolak untuk naik taksi karena uangnya hanya pas-pasan.
“Oh iya, Mario gimana?”
“Dia baik-baik aja.”
“Maksud gue lo tau apa aja tentang dia?”
“Dia suka Matematika,basket,musik,dan suka coklat.”
“Sama sama penggemar coklat dong.”
“Gue pernah ngobrol sama dia di acara feskal musik. Yah, cuman ngobrol ngalor ngidul gitu, tapi gue seneng.”Gue juga, jawab Bintang dalam hati.
Setelah asyik mengitari mall akhirnya mereka pulang naik angkutan umum yang berbeda. Carissa bertempat tinggal di pinggir jalan raya yang dipenuhi dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Carissa adalah anak tunggal dari seorang pejabat dengan predikat orang terkaya ke-8 se-indonesia, tentu saja rumahnya mewah dan bertempat di kawasan elit. Sedangkan Bintang hanya bertempat tinggal di area kompleks yang sepi dan sederhana, yang kadang rumah-rumahnya tak berpenghuni semua. Sama seperti rumah Bintang yang setiap harinya terasa kosong lenyap tak bernyawa.
Bintang turun dari angkutan umum dan berjalan menuju area kompleks perumahannya. Dia berjalan sendirian dan sesekali menendang kaleng-kaleng bekas yang ada di bawah kakinya. Tit tit tit tit ... suara klakson sepeda motormengagetkannya.
“Cepet naik.” Mario menatap Bintang dengan tatapan yang tajam. Bintang menurut saja kepada Mario, tak peduli dengan rasa malu yang ada dalam dirinya. Mereka berhenti di depan rumah Mario, lalu masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka begitu saja. Bintang mengikuti kemana Mario melangkah. Dan tibalah di tempat tujuan, yakni kamar Mario.
“Lo belum belajar yang mana aja?”
“Bab 3 gue gak ngerti, bab 5 bab 4 juga sama.”
“Lo ngapain aja di kelas?”
“Gue gak ngerti , hehe ...”
Mario menyuruh Bintang duduk di atas lantai. Mario menerangkan satu persatu materi yang menurut Bintang tak mengerti. Mario menyuruh Bintang untuk mengerjakan soal-soal yang ia tulis di buku Bintang. Seperti layaknya murid yang baik, Bintang mengangguk saja setiap apa yang di perintahkan Mario kepadanya. Setelah satu jam berkutat dengan Trigonometri dan Mathematical logic, akhirnya mereka beristirahat.
“Lo mau minum apa?”
“Apa aja.”
“Air putih?”
“Boleh.”
Mario melangkah keluar kamarnya menuju dapur mengambil makanan dan minuman, sedang Bintang asyik berpetualang dengan isi kamar Mario. Bintang memandangi foto-foto kecil Mario bersama orang tuanya. Rasanya dia pernah bertemu dengan Mario kecil yang ada dalam foto ini. Dia menyentuh semua koleksi gitar milik Mario yang tergantung di dinding kamar.
Mario kembali ke kamar dengan membawa minuman dan snack. Mario membawa satu gelas air putih dan satu gelas orange juice serta keripik kentang.
“Ko gue minum air putih sedangkan lo minumnya jus?”
“Kenapa lo gak minta kalo mau?”
“Lo nawarinnya air putih.”
“Kenapa lo gak nolak?”
“Yaudah.”
Mereka menghabiskan minuman dan kerpik kentang satu toples penuh sehingga tak terasa waktu sudah menjelang malam. Bintang melirik jam tangannya, lalu membereskan buku-bukunya yang berserakan di lantai.Bintang menuruni tangga dan bergegas menuju pintu utama rumah untuk pulang. Bintang melambaikan tangannya dan masuk ke dalam rumahnya. Ketiba tiba di rumah, Bintang mengintip lewat jendela yang ada di ruang tamu dan memandangi punggung Mario yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya. Bintang tersenyum gembira. Bintang berlari menaiki tangga untuk mengganti pakaiannya karena sebentar lagi jam makan malam bersama ayahnya telah tiba.
Ketika Bintang menghabiskan makan malamnya, Bintang bertanya pada ayahnya. “Pah tau gak sih sama penghuni rumah di depan kita? Bintang menatap ayahnya menunggu jawaban yang pasti. “Pak Hanggara maksud kamu?” Ayahnya masih mengaduk-ngaduk sisa kuah sotonya. “Ayah tahu?” Bintang mengernyitkan dahinya, dia tidak mengetahui siapa pak Hanggara itu. “Bukankah dia sudah 17 tahun tinggal di sini? Papah rasa anaknya juga seumuran dengan kamu, mungkin teman kecilmu juga.” Bintang terdiam kaku, otaknya terus berpikir, mengapa dia tidak pernah tau tentang Mario? Bintang menelan ludah.
*
Bintang duduk di lantai lapangan basket di temani Mario. Bintang membuka ranselnya dan mengeluarkan satu botol air mineral dari dalam tasnya.
“Lo pasti haus.” Ucap Bintang seraya memberikan botol minuman itu kepada Mario.
“Thanks.” Mario menerima minuman tersebut dan tersenyum tipis.
Hari sudah menjelang sore, mereka pun pulang meninggalkan lapangan basket dan berjalan menuju rumah mereka. Setiap hari Rabu dan Kamis mereka akan selalu berangkat sekolah bersama dan tentunya pulang sekolah pun bersama-sama. Mereka sama-sama mengikuti ekskul pada hari tersebut. Hari ini seperti biasa Bintang menunggu Mario sampai selesai latihan.
“Rio hidung lo ko berdarah, jatuh dimana?”
“Tadi kelempar bola.”
“Sini gue bersihin darahnya”
“Terserah.”
Bintang mengelap hidung Mario yang berdarah dengan beberapa helai tisyu.“Thanks.” Mario menatap Bintang dalam dalam, seakan akan ingin masuk ke dalam dua bola mata yang hitam itu, dua bola mata yang sinarnya redup sehingga terlihat sayu.
Setelah selesai mengobati Mario, akhirnya keduanya melanjutkan perjalanan mereka. Tiba-tiba Hujan mengguyur kota Bandung, mengguyur mereka berdua.“Gue bawa payung.” Bintang mengeluarkan payung dari ranselnya. “Tas lo serba ada.” Mereka pun tertawa bersama. Hujan semakin deras dan mereka masih setengah perjalanan menuju rumah. Lalu Mario melepaskan jaket yang di kenakannya dan mengenakannya di punggung Bintang. “Lo pasti kedinginan.” Mario megucapkannya dengan datar. “Thanks.” Bintang tersenyum manis kepada Mario.
Bintang mengantarkan Mario sampai depan rumahnya. “Ini jaket lo.” Bintang mencoba melepaskan jaket yang di kenakannya. “Buat lo aja.” Mario berlari masuk ke dalam rumahnya dan Bintang masih berdiri di sana. “Hujan, hari ini kau memberikan rasa kebahagiaan, yang aku pun tak tau mengapa.”
*
Kringgggg......... Hari ini Bintang kesiangan, Mbok Rumi lupa membangunkannya, sedang jam wekernya entah mengapa tak berbunyi. Bintang berlari menuju koridor sekolah dan sempat berhenti di mading lalu hendak pergi menuju toilet. Rasa sakit perut yang tiba-tiba datang begitu saja membuat Bintang sedikit menderita. Bintang terhenti ketika dia belum sampai di toilet, dia berpapasan dengan Mario yang sedang menenteng beberapa buku. “Lo kenapa?” Mario terheran-heran melihat wajah Bintang yang pucat. “Gue sakit perut.” Bintang memaksakan senyumannya dan langsung melanjutkan perjalanannya menuju toilet. Mario mengikuti Bintang menuju toilet, dia berhenti ketika Bintang masuk ke dalam salah satu kamar toilet perempuan. Semua perempuan yang masuk ke dalam kamar mandi tak henti menatap wajah Mario yang sedang berdiri di depan pintu toliet. Mario tak peduli dengan semua itu,ia malah balas menatap tajam permpuan-perempuan yang cekikikan menertawakannya.
Setelah keluar dari toilet, akhirnya Bintang dan Mario duduk bersama di sebuah kursi taman. Banyak orang yang berlalu lalang di depan mereka. Ada yang menatapnya tidak suka, ada yang tersenyum salah tingkah, dan ada pula yang terlihat biasa saja. Bintang memakluminya karena dia tahu Mario adalah salah satu cowok famoust di sekolah. Namun terkadang wajahnya yang flat, bahasa tubuhnya yang dingin, tatapan matanya yang serius membuat sekian banyak perempuan menyerah begitu saja. Banyak siswi-siswi perempuan yang menyimpan surat cinta mereka di loker Mario atau menyimpan bunga yang akhirnya di biarkan sampai kering di kolong meja Mario oleh Mario sendiri. Banyak yang mengatakan bahwa Mario cocok dengan Carissa dikarenakan sama sama famoust, sama-sama cantik dan tampan. Tapi Bintang tak pernah tahu siapa perempuan yang Mario suka. Apa Mario selalu menolak perempuan yang menyukainya? Entahlah Bintang tak pernah mengetahuinya. Bintang merasa tak ada perempuan yang bisa membuat hatinya luluh. Bintang berharap dia bisa masuk dalam hatinya dan memilikinya untuk selamanya.
*
Sudah satu tahun berlalu, Bintang kini duduk di kelas 2 bangku SMA. Bintang masih bisa mengingat kembali ketika dia pertama kali menginjakan kakinya di sekolah ini. Rasanya baru kemarin dia mengikuti kegiatan masa orientasi siswa(MOS). Bintang memejamkan matanya dan sesekali mendongak ke atas langit menatap langit biru. Mengapa hari ini tidak ada gerimis? Mengapa hari ini tidak ada pelangi?
“Gue udah nyimpen perasaan ini satu tahun. Entah kenapa banyak cowok yang gue tolak, rasanya gue belum bisa .. gue suka sama Mario.”
“Gue ngerti.”
“Selama ini gue hanya tau dia dari cerita-cerita yang lo ceritain ke gue aja. Gue juga pengen milikin dia, lo bantuin gue yah?”
Bintang terdiam. Apa yang di katakan Carissa barusan membuatnya terdiam kaku. Bintang berdiri meninggalkan Carissa yang masih terlentang di atas bukit. Bintang pulang menuju rumahnya. Ketiba tiba di depan rumahnya Bintang berpapasan dengan Mario. Bintang memalingkan wajahnya dan bergegas membuka pagar lalu masuk ke dalam rumahnya. Bintang membuka pintu kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kenapa hati ini begitu sakit? Kenapa Carissa harus mengatakan hal itu? Mario ... gue takut kehilangan lo.. Bintang melepaskan butir-butir air matanya yang kian lama terus membasahi pipinya.
*
Terik matahari membakar kulit dua insan itu. Sepanjang perjalanan menuju rumah mereka, mereka hanya diam. Bintang sesekali melap keringat yang bercucuran di wajahnya denngan tangannya sendiri. Mario hanya diam melihat semua yang dilakukan Bintang, dari mulai menggigit bibir,meremas-remas tangan, menyapu keringatnya padahal sudah tak ada keringat yang menempel di kulitnya,dia mengetahui bahwa Bintang sedang dalam keadaan gugup atau nervous.
“Mario ada yang mau gue omongin.” Bintang menatap lurus jalan yang ada di depannya.
“Apa?” Mario mngucapkannya seakan tidak ingin bertanya.
“Carissa suka sama lo.” Bintang mencoba mengucapkan kalimat itu meski terasa sakit.
“Lalu?” Mario menatap Bintang seakan akan mencari tahu di balik dua bola matanya.
“Dia pengen jadi pacar lo?” Bintang mencoba terlihat biasa saja.
“Lo pengen gue jadi pacar Carissa?” Mario berucap datar.
“Gue harap lo mau.” Bintang menarik napas dalam-dalam dan pergi meninggalkan Mario yang berdiri di depan rumah Bintang. Bintang masuk ke dalam rumahnya dan berlari menaiki tangga membuka pintu kamarnya dan duduk di balik pintu kamarnya. Dia memejamkan matanya dan meremas-remas tangannya. Rasanya ia sulit bernapas, sehingga seluruh anggota tubuhnya terasa sakit, merasakan apa yang ia rasakan. Bintang tak tahu kenapa ia harus menangis, kaena toh sebenarnya dia tak berhak untuk menangis.
*
Sudah dua minggu berlalu Bintang tak mengobrol ataupun bertegur sapa dengan Mario. Dia tak lagi satu tempat duduk dengannya, karena tempat duduk mereka selalu di rolling satu minggu sekali. Bintang malas melihat Mario apalagi Carissa yang setiap bertemu pasti bercerita tentang Mario. Dia selalu pura-pura tidak melihat atau membuang muka ketika berpapasan dengan Mario dan Carissa. Bintang benar-benar menjauhi Mario dan Carissa. Rasanya begitu sakit harus melihat mereka berjalan berdua atau hanya sekedar terlihat mengobrol. Dia benci pemandangan tersebut. Apalagi kalo Bintang harus melihat Mario yang membonceng Carissa di saat pulang sekolah. Meski bintang menyadari bahwa dia bukan siapa-siapa Mario yang tak berhak untuk bertindak seperti itu, tapi Bintang merasa hatinya begitu sakit ketika Carissa benar-benar memiliki Mario. Mengapa dia tidak mendapatkan apa yang di dapatkan Carissa? Carissa nyaris sempurna sebagai seorang perempuan, dia cantik, pintar,kaya, famoust dan baik. Rasanya dunia tak adil bagi Bintang, dia tak begitu cantik, dia lemot dalam hitungan, keluarga yang sederhana dan hubungannya tak harmonis, tak banyak orang yang mengenalnya karena dia bukan siswi yang senang ikut berorganisasi seperti Carissa yang menjabat sebagai ketua OSIS.
Akhirnya aku pun harus mengalah terhadap keadaan. Menerima semua yang terjadi meskipun aku tak pernah menginginkannya. Aku berhenti untuk mengharapkanmu, membiarkanmu berlalu seperti angin. Tanpa rasa yang pasti aku melepaskanmu pergi. Seandainya aku boleh memilih untuk tidak ingin memilikimu, dan tuhan membuatmu menjadi hal biasa saja untuku. Rasanya semuanya menyakitkan buat aku, membuat aku terjatuh, lunglai, tak berdaya. Tak cukup aku berteriak, tak cukup aku menangis... Mario apakah kau mengerti perasaanku ....
*
Akhirnya Bintang tiba di tempat yang selama ini ia banggakan, yakni Puncak yang bertempat di daerah kawasan Cianjur-Bogor. Hari ini adalah liburan akhir tahun yang di adakan oleh sekolah. Bintang menyeret dua kopernya menuju Villa. Tiba-tiba Carissa memeluk Bintang yang datangnya entah dari mana. Bintang terkejut. Mengapa Carissa tiba-tiba memeluknya? “Bintang gue kangen sama lo, gue pengen kita liburan bareng di sini, maafin gue kalo selama ini nyuekin lo.” Bintang melepaskan pelukan Carissa, dia tersenyum seraya berkata “Maafin gue juga.”
Malam hari tiba saatnya untuk acara bakar ikan di halaman belakang Villa. Semua anak-anak menyalakan api unggun dan bergembira ria bernyanyi bersama-sama. Kecuali Bintang yang hanya diam menyaksikan mereka semua dari kejauhan. Bintang duduk di atas rumput dan mendongak ke atas langit. Tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya dan ikut mendongak ke atas langit.
“Lo tau kenapa hari ini gak ada bintang di langit.?”
“Ngapain lo di sini?”
“Terserah gue. Kenapa lo harus jauhin gue?”
Bintang terdiam dan mengarahkan pandangannya ke semua anak-anak yang sedang berkumpul di halaman belakang. Mario berdiri dan menatap Bintang lekat-lekat. “Maafin gue, gue pengen kita tetep temenan kaya dulu.” Bintang hanya menunduk tak berani menatap Mario. Bintang beranjak dan akan kembali ke kamarnya. Dia ingin istirahat, dia tak mau memikirkan Mario.
Bintang membuka pintu kamarnya dan mendapati Carissa sedang duduk di jendela kamar. Mereka saling berpandangan lalu saling melempar senyum. Bintang mendekat kepada Carissa dan membelai rambut panjang nan indah itu.
“Lo suka gak sih sama Mario?” Carissa menatap wajah Bintang.
Bintang tersenyum “Banyak perempuan yang menyukainya.”
“Gue cape, selama ini gue tak pernah tau apa yang sedang gue pertahanin. Lo tau gak berapa kali kita kontekan dalam satu hari? Kita juga pernah nggak kontekan selama 3 bulan. Tak ada yang istimewa dalam hubungan kami, tapi mengapa aku berat untuk melepaskannya?”
Bintang terdiam setelah mendengarkan pengakuan Carissaa. Dia tak ingin berpikir banyak untuk saat ini. Dia memilih untuk tidur meski sulit memejamkan matanya.
*
Pagi yang cerah Bintang berjalan menysuri kebun teh. Dia merasakan udara segar menyapanya di pagi hari ini. Tiba-tiba kakinya terpeleset sehingga ia pun terjatuh ke tanah. Bintang meringis menahan rasa sakit akibat luka di kakinya. Lalu dari arah kejauhan tampak seorang laki-laki berlari menghampiri Bintang. Laki-laki tersebut membantu Bintang berdiri dengan merangkul pundaknya. “Thanks.” Bintang mengucapkannnya dengan ragu dan tak berani menatap wajah laki-laki itu.
Setelah tiba di Villa, mereka berpapasan dengan Carissa dan Doni. Namun mereka tetap melanjutkan langkah kaki mereka menuju kamar Bintang. Bintang duduk di ranjangnya dan menatap laki-laki itu secara perlahan-lahan. “Gue sayang sama lo.” Ucap laki-laki itu dengan mantap. Gue juga, jawab Bintang dalam hati. Bintang menatap laki-laki itu yang berjalan membelakanginya lalu terhenti tepat di pintu kamar. Di sana berdiri seorang perempuan yang menatap Bintang tanpa henti. Bintang menunduk tak berani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamarnya. “Kita putus ya Carissa.” Perempuan itu menarik napas dalam-dalam “Oke kalo itu yang lo mau.” Bintang terdiam memandangi mereka yang pergi meninggalkan dia seorang diri di kamarnya. Bintang kembali menatap kakinya yang masih mengeluarkan tetesan darah segar. Oh Tuhan apa yang telah terjadi?
*
Bintang menatap Mamanya yang masih terdiam sedari tadi. Teh yang ada di hadapan mereka sudah berubah menjadi dingin. Lalu Mama memulai pembicaraannya dengan menatap mata Bintang lekat-lekat.
“Mama minta maaf sebelumnya karena Mama harus mengatakan yang sebenarnya. Mama lelah harus terus menyembunyikannya, harus terus pura-pura seolah-olah tak terjadi apa. Mama sudah tak mampu mempertahankan keluarga ini. Mama rasa ini keputusan terbaik untuk Mama sama Papamu. Maafkan Mama.” Mama pun mulai menangis. Bintang memeluk Mamanya dengan erat, dan mereka pun menangis bersama.
Satu kenyataan yang harus Bintang terima adalah bahwa keluargannya sudah tak utuh lagi dan kekosongan yang selama ini rasakan memang berakhir pada titik puncak dimana kekosongan itu akan terjadi selamanya dalam hidupnya. Bintang akan tinggal di Jakarta bersama Papanya, sedangkan Mamanya tetap di Bandung untuk tetap mengurus pekerjaannya. Bintang sedih harus meninggalkan kota kelahirannya ini, kota yang menjadi bagian terpenting dalam hidup Bintang. Dia duduk dan menatap sebuah danau kecil yang airnya hampir surut, kini telah tiba musim kemarau dimana dia tak akan dapat menemukan gerimis dan pelangi lagi. Tuhan mengapa semuanya terjadi tanpa aku mau? Apakah aku tak berhak memiliki mereka, yakni orang-orang yang aku sayangi? Mario duduk di samping Bintang menatap matanya dalam-dalam. Mario memeluk Bintang erat dan membiarkan Bintang menangis di bahunya. Mario merangkul pundak Bintang dan menatap matanya dalam-dalam.
“Gue gak mau lo sedih, karena gue juga bakal sedih. Selama ini gue selalu mencoba untuk berdamai dengan kesedihan. Gue gak mau orang-orang yang sayang sama gue ikut sedih karena gue. Mereka adalah orang yang berbaik hati nan tulus yang menyayangi gue selama 12 tahun. Gue terkadang sedih ketika gue selalu merepotkan mereka. Dari kecil gue sering sakit-sakitan jadi gue berubah jadi anak rumahan yang nggak pinter bergaul, yang di bilang anak aneh sama semua orang.”
“Lo pasti menyimpan banyak kesedihan?”
“Kesedihan itu udah jadi kebahagiaan buat gue.”
Mario , kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup.Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. Meski, diam- diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu- malu.

Satu taun berlalu, Bintang berjalan di sebuah kompleks perumahan yang sepi. Bintang tak pernah merasa asing dengan pemandangan di sekitarnya. Semuanya masih terasa sama, bahkan tak ada sedikit pun yang berubah. Bintang menghampiri seorang wanita yang hendak menutup pagar.
“Maaf bu, apakah ini rumahnya Mario Hanggara?”
“Silakan masuk dulu ke dalam.” Ibu itu membukakan pagarnya dan menyuruh Bintang masuk ke dalam rumahnya. Lalu Bintang duduk di sebuah sofa kecil sambil menatap ke sudut-sudut rumah yang terlihat sepi.
“Nak Bintang, Mario sudah pergi satu tahun yang lalu.” Bintang tercekat, nafasnya tiba-tiba berubah menjadi sesak. Apakah ia tak salah dengar? Apakah ibunya Mario sedang bergurau? Apakah dia sedang bermimpi?
“Mario pernah menitipkan benda ini untuk diberikan kepada seorang gadis yang bernama Bintang. Dia mengatakan bahwa suatu saat nanti gadis itu akan datang mencarinya. Ibu rasa benda ini ditujukan untuk kamu karena selama ini ibu menunggu gadis yang akan datang ke rumah ini.”
Setelah menerima benda itu Bintang berpamitan kepada sang Ibu untuk pulang. Bintang berjalan menuju rumahnya yang sudah lama ia tinggalkan , dia membuka pagar dan berdiri disana. Dia kembali mengingat satu tahun ke belakang ketika Mario berdiri di sana untuk berangkat bersama ke sekolah. Bintang tak percaya kini semuanya tinggal kenangan, kenangan yang paling berarti bersama Mario.
Bintang membuka pintu kamarnya dan duduk menghadap ke jendela. Bintang perlahan membuka kotak yang di berikan ibu Mario tadi. Sebuah buku tergelatak di sana. Bintang meraih buku itu dan perlahan mencoba untuk membukanya.

*Gadis itu bernama Bintang, aku menatapnya dengan tajam ketika dia berdiri di depan mading. Dia adalah teman sebangku ku untuk tahun ini, tahun pertama aku masuk SMA. Dia lumayan baik, setidaknya dia tak seperti kebanyakan orang sebelumnya yang malas berhadapan dengan aku yang sering di panggil anak aneh. Matanya yang bulat yang entah mengapa memberi sedikit kehangatan saat setiap kali aku menatap wajahnya. Hari ini aku mengembalikan bukunya yang tertinggal di kantin. Dia selalu menatapku malu-malu dan penuh ragu. Dia begitu canggung denganku, namun aku tak pernah menemukan rasa tidak suka di wajahnya kepadaku, setidaknya aku mempunyai seorang teman saat ini.
*Dia adalah gadis kecil yang pernah aku ejek namanya dahulu. Dia adalah teman terakhirku saat aku masih duduk di bangku dasar kelas 2. Sejak aku mengetahui bahwa aku mengidap sebuah penyakit yang sangat parah, aku tak pernah menatap wajah gadis kecil itu lagi. Tapi hari ini dia duduk  di sampingku di lapangan basket. Kami memang menjadi dekat entah kenapa. Kami sering pulang bersama, belajar bersama, berangkat sekolah bersama, ataupun bermain di depan danau sambil berayunan. Aku merasa sebagian jiwaku begitu hidup. Aku tak pernah menghirup udara luar, karena aku tak mau penyakit ini kambuh dan berubah menjadi lebih parah lagi. Namun akhir-akhir ini hidungku selalu mengeluarkan darah. Dia pernah menyeka darah yang mengalir dari hidungku, aku bahagia karena dia begitu baik padaku.
*Aku menyukainya dari pertama aku bertemu dengannya, meski aku tak pernah mengatakannya.Dia menyuruhku untuk menjadi pacar Carissa. Hari ini Carissa nembak aku, dan aku tak menjawabnya. Sejak itu dunia kembali berubah seperti dulu, Bintang menjauhiku. Penyakit ku kembali menyerang tubuhku, rasanya tubuhku terlalu lemah saat ini. Mungkiin Bintang membenciku,  karena Carissa menjadi pacarku. Jujur, aku tak pernah ingin dia pergi dari hiudpku.
*Dia akan pergi meninggalkan kota Bandung, meninggalkan kesedihannya selama ini. Aku merangkul pundaknya untuk terakhir kali. Dia telah menjadikan hidupku lebih berarti. Bintang .... aku menyayangimu, selamanya. Terima kasih kau telah memberikan ku cahaya di sisa akhir hidupku ....
FOR YOU, FOR LOVE .. BINTANG
“Lo tau kenapa hari ini gak ada bintang di langit?” Karena telah ada bintang yang terindah yang kini ada di sampingku.
“For you for love, Mario” Bintang meletakan seikat bunga lili di atas makam Mario.Thanks Rio, kamu udah jadi teman yang begitu berarti sampai saat ini.Aku tak akan pernah melupakanmu sedikit pun. Selamat tinggal Mario, aku mencintaimu. Aku hanya berani mengatakannya sekarang, setelah kau pergi selamanya. Biarkan aku hidup bersama cintamu di sini.Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan.Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu- abu. Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan…